2025-01-11 HaiPress
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Daftar di sini
Kirim artikel
Editor Sandro Gatra
BUS Pariwisata Sakhindra Trans mengalami kecelakaan di Batu,Jawa Timur,Rabu (8/1) lalu. Menurut hasil olah TKP dari kepolisian,kecelakaan tersebut karena rem bus blong.
Akibatnya,bus tidak bisa dihentikan dan menabrak beberapa kendaraan,termasuk menyebabkan empat pengendara sepeda motor,seorang di antaranya bayi usia 20 bulan,meninggal dunia.
Polisi telah menetapkan sopir bus berinisial MAS sebagai tersangka yang dianggap lalai dalam mengemudikan kendaraannya sehingga menyebabkan kecelakaan.
Baca juga: Sopir Bus Pariwisata Ditetapkan Sebagai Tersangka Laka Maut di Kota Batu
Dari hasil penyidikan kepolisian juga ditemukan surat izin berkala bus tersebut sudahkedaluwarsa sejak 15 Desember 2023.
Upaya polisi menetapkan sopir bus sebagai tersangka sudah tepat. Namun,untuk mencegah hal serupa terjadi lagi dan dalam upaya mengusut peristiwa ini secara tuntas,ada baiknya pihak kepolisian turut memperluas penyidikan ke pihak korporasi bus.
Pasalnya,ada unsur administratif termasuk soal uji berkala yang sepertinya diabaikan oleh perusahaan tersebut.
Sebagai perusahaan yang mengoperasikan bus seharusnya pihak PO memahami persyaratan administratif apa saja yang harus mereka penuhi,termasuk di antaranya soal uji berkala atau biasa disebut keur.
Uji berkala merupakan mekanisme yang dibuat untuk memastikan kendaraan umum atau niaga yang beroperasi memenuhi persyaratan teknis. Uji berkala dilakukan tiap enam bulan sekali.
Uji berkala bertujuan melindungi masyarakat maupun pengguna kendaraan dari potensi kecelakaan yang disebabkan oleh faktor teknis,termasuk di antaranya soal rem.
Jika merujuk dari tanggalkedaluwarsa uji berkala bus tersebut,maka ada jangka waktu setahun lebih di mana perusahaan mengoperasikan bus tanpa melakukan uji berkala. Hal ini melanggar Pasal 106 ayat 5 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Polisi harus melihat daya tawar sopir bus sangat lemah untuk menolak bekerja,termasuk ketika mereka harus mengemudikan bus dengan kondisi tidak layak jalan.
Situasi seperti ini sebenarnya juga dialami oleh sopir truk yang seringkali mau tidak mau tetap bekerja,meskipun truk yang dikemudikannya kelebihan muatan atau dimensi (ODOL).
Dengan demikian,hanya menitikberatkan tanggungjawab pidana ke sopir tentunya kurang tepat.
Polisi bisa menjerat pihak perusahaan khususnya mereka yang bertanggung jawab terkait administrasi dan teknik kendaraan dengan pasal kelalaian yang menyebabkan kematian,yaitu Pasal 359 KUHP.
Setiap bus yang beroperasi atau keluar dari pool,pastinya ada kontrol dari pihak manajemen perusahaan,termasuk soal teknis dan surat-surat kendaraan.