Hubungi kami

Harapan Baru NTB dan Ekspektasi atas Kepemimpinan Lalu Muhamad Iqbal

2025-03-06 HaiPress

Anda bisa menjadi kolumnis !

Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Daftar di sini

Kirim artikel

Editor Sandro Gatra

KEMENANGAN Lalu Muhamad Iqbal di Pilkada Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi catatan tersendiri di dalam perpolitikan Indonesia,karena statusnya yang benar-benar sebagai pendatang baru dan bukan berasal dari trah penguasa “kelas atas”.

Status sebagai pendatang baru alias bukan politisi senior lokal juga membedakan Lalu Iqbal dengan Dedi Mulyadi di Jawa Barat,misalnya.

Meskipun bukan petahana,nama Dedi Mulyadi sejatinya sudah bukan nama baru di Jawa Barat,karena pernah menjabat Bupati Purwakarta selama dua periode dan anggota DPRD Dapil Jabar selama satu periode.

Atau dengan Bobby Nasution yang juga menang meyakinkan sebagai Gubernur di Sumatera Utara,jelas banyak perbedaannya.

Selain pernah menjabat sebagai Wali Kota Medan selama satu periode,Bobby adalah menantu presiden ketujuh Indonesia,Joko Widodo,yang secara politis juga akhirnya mendapat dukungan dari koalisi politik pendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Jadi Bobby menyandang status politik yang memang sangat mendukungnya untuk memenangkan pertarungan di Sumatera Utara,sekalipun yang menjadi lawannya adalah petahana plus mantan bintang tiga militer.

Sementara Lalu Iqbal berlatar lain yang terbilang sangat berbeda. Hampir sebagian besar perjalanan kariernya dijalani di Kementerian Luar negeri,sampai akhirnya menduduki posisi Duta Besar Indonesia untuk Turkiye,sebelum kembali ke Kementerian Luar Negeri sebagai diplomat senior.

Baca juga: Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani

Dengan kata lain,Lalu Iqbal sejatinya berada jauh dari politik praktis di satu sisi. Di sisi lain,ia tidak banyak bersinggungan dengan masyarakat NTB.

Sehingga dengan kondisi itu,tak pelak Lalu Iqbal mengalami tantangan yang sangat besar untuk memenangkan kontestasi Pilkada NTB tempo hari.

Ia berhadapan dengan dua kompetitor yang benar-benar telah mengalami,bahkan mungkin menguasai kehidupan politik Bumi Gora selama bertahun-tahun.

Oleh karena itu pula,kemenangan Lalu Iqbal menjadi unik dalam kacamata dan perspektif politik Indonesia. Ia memulai debut politik dengan modalitas kepercayaan Prabowo Subianto untuk maju sebagai calon kepala daerah di NTB,lalu memenangkannya dengan cukup baik dan “cantik”.

Bagaimanapun,latar tersebut membuat Lalu Iqbal kemudian mulai dipertanyakan oleh publik NTB,terutama terkait kapasitas dan kemampuannya memimpin NTB dalam lima tahun ke depan.

Harus diakui,memang tak mudah situasinya bagi pendatang baru seperti beliau. Namun,sejatinya juga mengandung banyak peluang,jika putra Praya itu benar-benar jeli dalam memandang situasinya saat ini.

Menjaga kepercayaan publik setelah dipilih sebagai kepala daerah dengan tingkat “ekspektasi yang tinggi” memang tidak mudah,apalagi untuk sosok baru seperti beliau.

Memang secara simbolik Lalu Iqbal bukan orang baru di mata publik NTB. Namun,di pelataran politik praktis pada umumnya dan arena politik NTB pada khususnya,Lalu Iqbal adalah sosok baru.

Semua orang di NTB mengetahui itu. Sehingga,Lalu Iqbal perlu berpikir keras sekaligus bekerja ekstra keras tahun ke depan untuk menjawab tingginya ekspektasi warga.

Hal itu dibutuhkan untuk meyakinkan publik Bumi Gora bahwa kepemimpinan baru di NTB tidak akan “run as usual” setelah semua proses elektoral selesai.

Baca juga: Sapaan Kritis ala Generasi Muda di Balik Tagar Kabur Saja Dulu

Apalagi belakangan di lapangan,setidaknya apa yang saya temui selama penelitian di beberapa lokasi di NTB dalam beberapa bulan terakhir,pesimisme sudah mulai muncul ke permukaan.

Kepemimpinan Lalu Iqbal diprediksi,dipersepsi,dan dianggap akan sama saja dengan kepemimpinan sebelumnya.

Asumsi tersebut mulai berkembang karena latar karier Lalu Iqbal sebagai seorang diplomat yang meniti di luar daerah NTB di satu sisi,sehingga diasumsikan kurang memahami permasalahan yang ada di NTB.

Di sisi lain,Lalu Iqbal dianggap akan sulit untuk bertindak tegas setelah menjabat sebagai gubernur alias akan cenderung memilih untuk “berdiplomasi” dan menghindari benturan atau konflik di saat menyelesaikan masalah atau saat mendorong dan mengakselerasi program dan kebijakan-kebijakan baru,karena berlatar diplomat.

Penafian: Artikel ini direproduksi dari media lain. Tujuan pencetakan ulang adalah untuk menyampaikan lebih banyak informasi. Ini tidak berarti bahwa situs web ini setuju dengan pandangannya dan bertanggung jawab atas keasliannya, dan tidak memikul tanggung jawab hukum apa pun. Semua sumber daya di situs ini dikumpulkan di Internet. Tujuan berbagi hanya untuk pembelajaran dan referensi semua orang. Jika ada pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual, silakan tinggalkan pesan kepada kami.
©hak cipta2009-2020 Jaringan Pendidikan Huaxin    Hubungi kami SiteMap